-Tulisan berikut ini diterjemahkan dari tulisan
dan sebagian ceramah Syaikh Utsman al-Khomis, seorang ulama yang
terkenal sebagai pakar dalam pembahasan Syiah-.
Pembahasan tentang terbunuhnya cucu Rasulullalllah, asy-syahid Husein bin Ali ‘alaihissalam
telah banyak ditulis, namun beberapa orang ikhwan meminta saya agar
menulis sebuah kisah shahih yang benar-benar bersumber dari para ahli
sejarah. Maka saya pun menulis ringkasan kisah tersebut sebagai berikut
–sebelumnya Syaikh telah menulis secara rinci tentang kisah terbunuhnya
Husein di buku beliau Huqbah min at-Tarikh-.
Pada tahun 60 H, ketika Muawiyah bin Abu Sufyan
wafat, penduduk Irak mendengar kabar bahwa Husein bin Ali belum
berbaiat kepada Yazid bin Muawiyah, maka orang-orang Irak mengirimkan
utusan kepada Husein yang membawakan baiat mereka secara tertulis
kepadanya. Penduduk Irak tidak ingin kalau Yazid bin Muawiyah yang
menjadi khalifah, bahkan mereka tidak menginginkan Muawiyah, Utsman,
Umar, dan Abu Bakar menjadi khalifah, yang mereka inginkan adalah Ali
dan anak keturunannya menjadi pemimpin umat Islam. Melalui utusan
tersebut sampailah 500 pucuk surat lebih yang menyatakan akan membaiat
Husein sebagai khalifah.
Setelah surat itu sampai di Mekah, Husein tidak
terburu-buru membenarkan isi surat itu. Ia mengirimkan sepupunya,
Muslim bin Aqil, untuk meneliti kebenaran kabar baiat ini. Sesampainya
Muslim di Kufah, ia menyaksikan banyak orang yang sangat menginginkan
Husein menjadi khalifah. Lalu mereka membaiat Husein melalui perantara
Muslim bin Aqil. Baiat itu terjadi di kediaman Hani’ bin Urwah.
Kabar ini akhirnya sampai ke telinga Yazid bin
Muawiyah di ibu kota kekhalifahan, Syam, lalu ia mengutus Ubaidullah bin
Ziyad menuju Kufah untuk mencegah Husein masuk ke Irak dan meredam
pemberontakan penduduk Kufah terhadap otoritas kekhalifahan. Saat
Ubaidullah bin Ziyad tiba di Kufah, masalah ini sudah sangat memanas. Ia
terus menanyakan perihal ini hingga akhirnya ia mengetahui bahwa
kediaman Hani’ bin Urwah adalah sebagai tempat berlangsungnya pembaiatan
dan di situ juga Muslim bin Aqil tinggal.
Ubaidullah menemui Hani’ bin Urwah dan
menanyakannya tentang gejolak di Kufah. Ubaidullah ingin mendengar
sendiri penjelasan langsung dari Hani’ bin Urwah walaupun sebenarnya ia
sudah tahu tentang segala kabar yang beredar. Dengan berani dan penuh
tanggung jawab terhadap keluarga Nabi (Muslim bin Aqil adalah keponakan
Nabi), Hani’ bin Urwah mengatakan, “Demi Allah, sekiranya (Muslim bin
Aqil) bersembunyi di kedua telapak kakiku ini, aku tidak akan
memberitahukannya kepadamu!” Ubaidullah lantas memukulnya dan
memerintahkan agar ia ditahan.
Mendengar kabar bahwa Ubaidullah memenjarakan
Hani’ bin Urwah, Muslim bin Aqil bersama 4000 orang yang membaiatnya
mengepung istana Ubaidullah bin Ziyad. Pengepungan itu terjadi di siang
hari.
Ubaidullah bin Ziayd merespon ancaman Muslim
dengan mengatakan akan mendatangkan sejumlah pasukan dari Syam. Ternyata
gertakan Ubaidullah membuat takut Syiah (pembela) Husein ini. Mereka
pun berkhianat dan berlari meninggalkan Muslim bin Aqil hingga tersisa
30 orang saja yang bersama Muslim bin Aqil, dan belumlah matahari
terbenam hanya tersisa Muslim bin Aqil seorang diri.
Muslim pun ditangkap dan Ubaidullah
memerintahkan agar ia dibunuh. Sebelum dieksekusi, Muslim meminta izin
untuk mengirim surat kepada Husein, keinginan terakhirnya dikabulkan
oleh Ubaidullah bin Ziyad. Isi surat Muslim kepada Husein adalah
“Pergilah, pulanglah kepada keluargamu! Jangan engkau tertipu oleh
penduduk Kufah. Sesungguhnya penduduk Kufah telah berkhianat kepadamu
dan juga kepadaku. Orang-orang pendusta itu tidak memiliki pandangan
(untuk mempertimbangkan masalah)”. Muslim bin Aqil pun dibunuh, padahal
saat itu adalah hari Arafah.
Husein berangkat dari Mekah menuju Kufah di
hari tarwiyah. Banyak para sahabat Nabi menasihatinya agar tidak pergi
ke Kufah. Di antara yang menasihatinya adalah Abdullah bin Abbas,
Abdullah bin Umar, Abdullah bin Zubair, Abu Said al-Khudri, Abdullah bin
Amr, saudara tiri Husein, Muhammad al-Hanafiyah dll.
Abu Said al-Khudri radhiallahu ‘anhu
mengatakan, “Sesungguhnya aku adalah seorang penasihat untukmu, dan aku
sangat menyayangimu. Telah sampai berita bahwa orang-orang yang mengaku
sebagai Syiahmu (pembelamu) di Kufah menulis surat kepadamu. Mereka
mengajakmu untuk bergabung bersama mereka, janganlah engkau pergi
bergabung bersama mereka karena aku mendengar ayahmu –Ali bin Abi
Thalib- mengatakan tentang penduduk Kufah, ‘Demi Allah, aku bosan dan
benci kepada mereka, demikian juga mereka bosan dan benci kepadaku.
Mereka tidak memiliki sikap memenuhi janji sedikit pun. Niat dan
kesungguhan mereka tidak ada dalam suatu permasalahan (mudah berubah pen.). Mereka juga bukan orang-orang yang sabar ketika menghadapi pedang (penakut pen.)’.
Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Aku hendak menyampaikan kepadamu beberapa kalimat. Sesungguhnya Jibril datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kemudian memberikan dua pilihan kepada beluai antara dunia dan akhirat,
maka beliau memilih akhirat dan tidak mengiginkan dunia. Engkau adalah
darah dagingnya, demi Allah tidaklah Allah memberikan atau menghindarkan
kalian (ahlul bait) dari suatu hal, kecuali hal itu adalah yang
terbaik untuk kalian”. Husein tetap enggan membatalkan keberangkatannya.
Abdullah bin Umar pun menangis, lalu mengatakan, “Aku titipkan engkau
kepada Allah dari pembunuhan”.
Bersamaan dengan itu Ubaidullah bin Ziyad telah
mengutus al-Hurru bin Yazid at-Tamimi dengan membawa 1000 pasukan untuk
menghadang Husein agar tidak memasuki Kufah. Bertemulah al-Hurru dengan
Husein di Qadisiyah, ia mencoba menghalangi Husein agar tidak masuk ke
Kufah. Husein mengatakan, “Celakalah ibumu, menjauhlah dariku”. Al-Hurru
menjawab, “Demi Allah, kalau saja yang mengatakan itu adalah orang
selainmu akan aku balas dengan menghinanya dan menghina ibunya, tapi apa
yang akan aku katakan kepadamu, ibumu adalah wanita yang paling mulia, radhiallahu ‘anha”.
Saat Husein menginjakkan kakinya di daerah
Karbala, tibalah 4000 pasukan lainnya yang dikirim oleh Ubaidullah bin
Ziyad dengan pimpinan pasukan Umar bin Saad. Husein mengatakan, “Apa
nama tempat ini?” Orang-orang menjawab, “Ini adalah daerah Karbala.”
Kemudian Husein menanggapi, “Karbun (musibah) dan balaa’ (bencana).”
Melihat pasukan dalam jumlah yang sangat besar, Husein radhiallahu ‘anhu
menyadari tidak ada peluang baginya. Lalu ia mengatakan, “Aku ada dua
alternatif pilihan, (1) kalian mengawal (menjamin keamananku) pulang
atau (2) kalian biarkan aku pergi menghadap Yazid di Syam.
Engkau pergi menghadap Yazid, tapi sebelumnya
aku akan menghadap Ubaidullah bin Ziyad terlebih dahulu kata Umar bin
Saad. Ternyata Ubadiullah menolak jika Husein pergi menghadap Yazid, ia
menginginkan agar Husein ditawan menghadapnya. Mendengar hal itu Husein
menolak untuk menjadi tawanan.
Terjadilah peperangan yang sangat tidak imbang
antara 73 orang di pihak Husein berhadapan dengan 5000 pasukan Irak.
Kemudian 30 orang pasukan Irak dipimpin oleh al-Hurru bin Yazid
at-Tamimi membelot dan bergabung dengan Husein. Peperangan yang tidak
imbang itu menewaskan semua orang yang mendukung Husein, hingga tersisa
Husein seorang diri. Orang-orang Kufah merasa takut dan segan untuk
membunuhnya, masih tersisa sedikit rasa hormat mereka kepada darah
keluarga Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Namun ada seorang laki-laki yang bernama Amr bin Dzi al-Jausyan –semoga
Allah menghinakannya- melemparkan panah lalu mengenai Husein, Husein
pun terjatuh lalu orang-orang mengeroyoknya, Husein akhirnya syahid,
semoga Allah meridhainya. Ada yang mengatakan Amr bin Dzi al-Jausyan-lah
yang memotong kepala Husein sedangkan dalam riwayat lain, orang yang
menggorok kepala Husein adalah Sinan bin Anas, Allahu a’lam. Yang
perlu pembaca ketauhi Ubaidullah bin Ziyad, Amr bin Dzi al-Jausyan, dan
Sinan bin Anas adalah pembela Ali (Syiah nya Ali) di Perang Shiffin.
Ini adalah sebuah kisah pilu yang sangat
menyedihkan, celaka dan terhinalah orang-orang yang turut serta dalam
pembunuhan Husein dan ahlul bait yang bersamanya. Bagi mereka
kemurkaan dari Allah. Semoga Allah merahmati dan meridhai Husein dan
orang-orang yang tewas bersamanya. Di antara ahlul bait yang terbunuh bersama Husein adalah:
– Anak-anak Ali bin Abi Thalib: Abu Bakar, Muhammad, Utsman, Ja’far, dan Abbas.
– Anak-anak Husein bin Ali: Ali al-Akbar dan Abdullah.
– Anak-anak Hasan bin Ali: Abu Bakar, Abdullah, Qosim.– Anak-anak Aqil bin Abi Thalib: Ja’far, Abdullah, Abdurrahman, dan Abdullah bin Muslim bin Aqil.
– Anak-anak dari Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib: ‘Aun dan Muhammad.
Dari Ummu Salamah bawasanya Jibril datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
“…Jibril mengatakan, “Apakah engkau mencintai Husein wahai Muhammad?”
Nabi menjawab, “Tentu” Jibril melanjutkan, “Sesungguhnya umatmu akan
membunuhnya. Kalau engkau mau, akan aku tunjukkan tempat dimana ia akan
terbunuh.” Kemudian Nabi diperlihatkan tempat tersebut, sebuah tempat
yang dinamakan Karbala. (HR. Ahmad dalam Fadhailu ash-Shahabah,
ia mengatakan hadis ini hasan). Adapun berita-berita bahwa langit
menurunkan hujan darah, dinding-dinding berdarah, batu yang diangkat
lalu di bawahnya terdapat darah, dll. karena sedih dengan tewasnya
Husein, berita-berita ini tidak bersumber dari rujukan yang shahih.
Tidak ada kemaslahatan dalam hal dunia maupun akhirat dari sikap Husein ‘alaihissalam
yang keluar menuju Irak. Oleh karena itu, banyak sahabat Nabi yang
berusaha mencegahnya dan melarangnya berangkat ke Irak. Husein pun
menyadari hal itu dan ia sempat hendak pulang, namun anak-anak Muslim
bin Aqil memintanya mengambil sikap atas terbunuhnya ayah mereka. Husein
dengan penuh tanggung jawab tidak lari dari permasalahan ini. Dari
peristiwa ini tampaklah kezaliman dan kesombongan orang-orang Kufah
(Syiah-nya Husein) terhadap ahlul bait Nabi ‘alaihumu ash-shalatu wa salam.
Sekiranya Husein ‘alaihissalam menuruti nasihat para sahabat
tentu tidak terjadi peristiwa ini, akan tetapi Allah telah menetapkan
takdirnya. Terbunuhnya Husein ini tentu saja tidak sebesar peristiwa
terbunuhnya para Nabi, semisal dipenggalnya kepala Nabi Yahya oleh
seorang raja, karena calon istri raja tersebut meminta kepala Nabi Yahya
bin Zakariya sebagai mahar pernikahan. Demikian juga dibunuhnya Nabi
Zakariya oleh Bani Israil, dan nabi-nabi lainnya. Demikian juga dengan
dibunuhnya Umar dan Utsman. Semua kejadian itu lebih besar dibanding
dengan peristiwa dibunuhnya Husein ‘alaihissalam.Bagaimana Sikap Kita Terhadap Peristiwa Karbala?
Tidak diperbolehkan bagi umat Islam, apabila disebutkan tentang kematian Husein, maka ia meratap dengan memukul-mukul pipi atau merobek-robek pakaian, atau bentuk ratapan yang semisalnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukan termasuk golongan kami, orang-orang yang menampar-nampar pipi dan merobek saku bajunya.” (HR. Bukhari).
Seorang muslim yang baik, apabila mendengar musibah ini hendaknya ia mengatakan sebuah kalimat yang Allah tuntunkan dalam firman-Nya,
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُواْ إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعونَ
“Orang-orang yang apabila mereka ditimpa musibah, mereka mengtakan
sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya lah kami akan
kembali.” (QS. Al-Baqarah: 155)Tidak pernah diriwayatkan bahwa Ali bin Husein atau putranya Muhammad, atau Ja’far ash-Shadiq atau Musa bin Ja’far radhiallahu ‘anhum, para imam dari kalangan ahlul bait maupun selain mereka pernah memukul-mukul pipi mereka, atau merobek-robek pakaian atau berteriak-teriak, dalam rangka meratapi kematian Husein. Tirulah mereka kalau engkau tidak bisa serupa dengan mereka, karena meniru orang-orang yang mulia itu adalah kemuliaan.
Tidak seperti orang-orang yang mengaku Syiah (pembela) Husein, Syiahnya ahlul bait Nabi pada hari ini, mereka merusak anggota tubuh, memukul kepala dan tubuh dengan pedang dan rantai, mereka katakan kami bangga menyucurkan darah bersama Husein. Demi Allah, sekiranya mereka berada pada hari dimana Husein terbunuh mereka akan turut serta dalam kelompok pembunuh Husein karena mereka adalah orang-orang yang selalu berhianat.
Posisi Yazid Dalam Peristiwa Ini
Dalm permasalahan ini, Yazid sama sekali tidak
turut campur. Aku mengakatakan hal ini bukan untuk membela Yazid tetapi
hanya untuk mendudukan permasalahan yang sebenarnya. Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah mengatakan, “Yazid bin Muawiyah tidak memerintahkan untuk
membunuh Husein. Ini adalah kesepatakan para ahli sejarah. Yazid hanya
memerintahkan Ubaidullah bin Ziyad agar mencegah Husein untuk memasuki
wilayah Irak. Ketika Yazid mendengar tewasnya Husein, Yazid pun terkejut
dan menangis. Setelah itu Yazid memuliakan keluarga Husein dan
mengamankan anggota keluarga yang tersisa sampai ke daerah mereka.
Adapun riwayat yang menyatakan bahwa Yazid merendahkan
perempuan-perempuan ahlul bait lalu membawa mereka ke Syam, ini
adalah riwayat yang batil. Bani Umayyah (keluarga Yazid) selalu
memuliakan Bani Hasyim (keluarga Rasulullah).
Sebelumnya Yazid telah mengirim surat kepada
Husein ketika di Mekah, ternyata saat surat itu tiba Husein telah
berangkat menuju Irak. Surat itu berisikan syair dari Yazid untuk
melunakkan hati Husein agar tidak berangkat ke Irak dan Yazid juga
menyatakan kedekatan kekerabatan mereka. Bibi Yazid, Ummu Habibah adalah
istri Rasulullah dan kakek (Jawa: mbah buyut) Yazid dan Husein adalah
saudara kembar.
Kepala Husein
Tidak ada riwayat yang shahih yang menyatakan
bahwa kepala Husein dikirim kepada Yazid di Syam. Husein tewas di
Karbala dan kepalanya didatangkan kepada Ubaidullah bin Ziyad. Tidak
diketahui dimana makamnya dan makam kepalanya.
Wallahu Ta’ala a’la wa a’lam, wa shallallahu ‘ala nabiyyina muhammad wa ‘ala aalihi wa shohbihi ajma’in.
Sumber: almanhaj.net
Diterjemahkan dengan beberapa tambahan oleh Nurfitri HadiArtikel www.KisahMuslim.com
Baca juga kisah yang terkait dengan ini >> MAJMU FATAWA : Pembunuhan Husain bin Ali bin Abu Thalib.
Baca juga kisah yang terkait dengan ini >> MAJMU FATAWA : Pembunuhan Husain bin Ali bin Abu Thalib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar